Kamis, 18 Juni 2009

BUDAYA JAWA

Orang Jawa percaya bahwa Tuhan adalah pusat alam semesta dan pusat segala kehidupan karena sebelum semuanya terjadi di dunia ini Tuhanlah yang pertama kali ada. Tuhan tidak hanya menciptakan alam semesta beserta isinya tetapi juga bertindak sebagai pengatur, karena segala sesuatunya bergerak menurut rencana dan atas ijin serta kehendakNYA. Pusat yang dimaksud dalam pengertian ini adalah sumber yang dapat memberikan penghidupan, keseimbangan dan kestabilan, yang dapat juga memberi kehidupan dan penghubung individu dengan dunia atas. Pandangan orang Jawa yang demikian biasa disebut Manunggaling Kawula Lan Gusti, yaitu pandangan yang beranggapan bahwa kewajiban moral manusia adalah mencapai harmoni dengan kekuatan terakhir dan pada kesatuan terakhir, yaitu manusia menyerahkan dirinya selaku kawula terhadap Gustinya. Puncak gunung dalam kebudayaan Jawa dianggap suatu tempat yang tinggi dan paling dekat dengan dunia diatas, karena  pada awalnya dipercayai bahwa roh nenek moyang tinggal di gunung-gunung. Sebagian besar orang Jawa termasuk dalam golongan yang telah berusaha mencampurkan beberapa konsep  dan cara berpikir islam, dengan pandangan asli mengenai alam kodrati ( dunia ini ) dan alam adikodrati ( alam gaib atau supranatural )

Niels Mulder mengatakan bahwa pandangan hidup merupakan suatu abstraksi dari pengalaman hidup. Pandangan hidup adalah sebuah pengaturan mental dari pengalaman hidup yang kemudian dapat mengembangkan suatu sikap terhadap hidup. Ciri pandangan hidup orang Jawa adalah realitas yang mengarah kepada pembentukan kesatuan Numinus antara alam nyata, masyarakat dan alam adikodrati yang dianggap keramat. Alam adalah ungkapan kekuasaan yang menentukan kehidupan. Orang Jawa percaya bahwa kehidupan mereka telah ada garisnya, mereka hanya menjalankan saja.

Dasar kepercayaan Jawa atau Javanisme adalah keyakinan bahwa segala sesuatu yang ada didunia ini pada hakekatnya adalah satu, atau merupakan kesatuan hidup. Javanisme memandang kehidupan manusia selalu terpaut erat dalam kosmos alam raya. Dengan demikian kehidupan manusia merupakan suatu perjalanan yang penuh dengan pengalaman-pengalaman yang religius. Alam pikiran orang Jawa merumuskan kehidupan manusia berada dalam dua kosmos ( alam ) yaitu makrokosmos dan mikrokosmos.

Makrokosmos dalam pikiran orang Jawa adalah sikap dan pandangan hidup terhadap alam semesta, yang mengandung kekuatan-kekuatan supranatural ( adikodrati ). Tujuan utama dalam hidup adalah mencari serta menciptakan keselarasan atau keseimbangan antara kehidupan makrokosmos dan mikrokosmos.

Dalam makrokosmos pusat alam semesta adalah Tuhan. Alam semesta memiliki kirarki yang ditujukan dengan adanya jenjang alam kehidupan dan adanya tingkatan dunia yang semakin sempurna ( dunia atas – dunia manusia - dunia bawah ). Alam semesta terdiri dari empat arah utama ditambah satu pusat yaitu Tuhan yang mempersatukan dan memberi keseimbangan.

Sikap dan pandangan terhadap dunia nyata ( mikrokosmos ) adalah tercermin pada kehidupan manusia dengan lingkungannya, susunan manusia dalam masyarakat, tata kehidupan manusai sehari-hari dan segala sesuatu yang nampak oleh mata. Dalam menghadapi kehidupan manusia yang baik dan benar didunia inii tergantung pada kekuatan batin dan jiwanya.

Bagi orang Jawa dahulu, pusat dunia ini ada pada pimpinan atau raja dan keraton, Tuhan adalah pusat makrokosmos sedangkan raja dianggap perwujudan wakil Tuhan di dunia ,sehingga dalam dirinya terdapat keseimbangan berbagai kekuatan dari dua alam. Jadi raja dipandang sebagai  pusat komunitas di dunia seperti halnya raja menjadi mikrokosmos dari wakil Tuhan dengan keraton sebagi tempat kediaman raja. Keraton merupakan pusat keramat kerajaan dan bersemayamnya raja karena rajapun dianggap merupakan sumber kekuatan-kekuatan kosmis yang mengalir ke daerah kedaulatannya dan membawa ketentraman, keadilan dan kesuburan wilayah.

Hal hal  diatas merupakan gambaran umum tentang alam pikiran serta sikap dan pandangan hidup yang dimiliki oleh orang Jawa pada jaman kerajaan. Alam pikiran ini telah berakar kuat dan menjadi landasan falsafah dari segala perwujudan yang ada dalam tata kehidupan orang Jawa.

Kegiatan Religius Orang Jawa Kejawen.

Menurut kamus bahasa Inggris istilah kejawen atau kejawaan adalah Javanism, Javaneseness ; yang merupakan suatu cap deskriptif bagi unsur-unsur kebudayaan Jawa yang dianggap sebagai hakikat Jawa dan yang mendefisikannya sebagai suatu kategori khas. Javanisme yaitu agama beserta pandangan hidup orang Jawa, yang menekankan ketentraman batin, keselarasan dan keseimbangan, sikap nrima terhadap segala peristiwa yang terjadi sambil menempatkan individu dibawah masyarakat dan masyarakat dibawah semesta alam.

Neils Mulder memperkirakan unsur-unsur ini berasal dari masa Hindu – Budha dalam sejarah Jawa yang berbaur dalam suatu filsafat, yaitu sistem khusus dari dasar bagi perilaku kehidupan. Sistem pemikiran Javanisme adalah lengkap pada dirinya, yang berisikan kosmologi, mitologi, seperangkat konsepsi yang pada hakikatnya bersifat mistik dan sebagainya yang menimbulkan anthropologi Jawa tersendiri, yaitu suatu sistem gagasan mengenai sifat dasar manusia dan masyarakat, yang pada gilirannya menerangkan etika, tradisi dan gaya Jawa. Singkatnya Javanisme memberikan suatu alam pemikiran secara umum sebagai suatu badan pengetahuan yang menyeluruh, yang dipergunakan untuk menafsirkan kehidupan sebagaimana adanya dan rupanya. Jadi kejawen bukanlah suatu katagori keagamaan, tetapi menunjukkan kepada suatu etika dan gaya hidp yang diilhami oleh cara berpikir Javanisme.

Dasar pandangan manusia jawa  berpendapat bahwa tatanan alam dan masyarakat sudah ditentukan dalam segala seginya. Mereka menganggap bahwa pokok kehidupan dan status dirinya sudah ditetapkan, nasibnya sudah ditentukan sebelumnya, jadi mereka harus menanggung kesulitan hidupnya dengan sabar. Anggapan – anggapan mereka itu berhubungan erat dengan kepercayaan mereka pada bimbingan adikodrati dan bantuan dari roh nenek moyang yang seperti Tuhan sehingga menimbulkan perasaan keagamaan dan rasa aman.

Kejawaan atau kejawen dapat diungkapkan dengan baik oleh mereka yang mengerti tentang rahasia-rahasia kebudayaan Jawa, dan bahwa kejawen ini sering sekali diwakili yang paling baik oleh golongan elite priyayi lama dan keturunan – keturunannya yang menegaskan adalah bahwa kesadaran akan budaya sendiri merupakan gejala yang tersebar luas di kalangan orang Jawa. Kesadaran akan budaya ini sering kali menjadi kebanggaan dan identitas kultural. Orang-orang inilah yang memelihara warisan budaya Jawa secara mendalam yang dapat dianggap sebagai Kejawen.

Budaya Jawa Kejawen memahami  kepercayaan  pada pelbagai macam roh-roh yang tidak kelihatan yang dapat menimbulkan bahaya seperti kecelakaan atau penyakit apabila mereka dibuat marah atau penganutnya tidak hati-hati. Untuk melindungi semua itu, orang Jawa kejawen memberi sesajen atau caos dahar yang dipercaya dapat mengelakkan kejadian-kejadian yang tidak diinginkan . Sesajen yang digunakan biasanya terdiri dari nasi dan aneka makanan lain, daun-daun bunga serta kemenyan.

Contoh kegiatan religius dalam masyarakat Jawa, khususnya orang Jawa Kejawen adalah puasa atau siam. Orang Jawa Kejawen mempunyai kebiasaan berpuasa pada hari-hari tertentu misalnya : Senin – Kamis atau pada hari lahir, semuanya itu merupakan asal mula dari tirakat. Dengan tirakat, orang dapat menjadi lebih tekun dan kelak akan mendapat pahala. Orang Jawa kajawen menganggap bertapa adalah suatu hal yang penting. Dalam kesusastraan kuno orang Jawa, orang yang berabad-abad bertapa dianggap sebagai orang keramat karena dengan bertapa orang dapat menjalankan kehidupan yang ketat ini dengan tinggi serta mampu menahan hawa nafsu sehingga tujuan-tujuan yang penting dapat tercapai. Kegiatan orang Jawa Kejawen yang lainnya adalah meditasi atau semedi, menurut Koentjaraningrat meditasi atau semedi biasanya dilakukan bersama-sama dengan tapabrata ( bertapa ) dan dilakukan pada tempat-tempat yang dianggap keramat misalnya di Gunung, Makam leluhur, ruang yang mempunyai niali keramat dan sebagainya. Pada umumnya orang melakukan meditasi adalah untuk mendekatkan atau menyatukan diri dengan Tuhan.  

Cipta Tunggal

Cipta  bermakna: pengareping rasa, tunggal artinya satu atau difokuskan ke satu obyek. Jadi Cipta Tunggal bisa diartikan sebagai konsentrasi cipta.

1. Cipta, karsa ( kehendak ) dan pakarti ( tindakan ) selalu aktif selama orang itu masih hidup. Pakarti bisa berupa tindakan fisik maupun non fisik, pakarti non fisik misalnya seseorang bisa membantu memecahkan atau menyelesaikan masalah orang lain dengan memberinya nasehat, nasehat itu berasal dari cipta atau rasa yang muncul dari dalam. Sangatlah diharapkan seseorang itu hanya menghasilkan cipta yang baik sehingga dia juga mempunyai karsa dan pakarti/tumindak yang baik, dan yang berguna untuk diri sendiri atau syukur -syukur pada orang lain. 

2. Untuk bisa mempraktekkan tersebut diatas, orang itu harus selalu sabar, konsestrasikan cipta untuk sabar, orang itu bisa makarti dengan baik apabila kehendak dari jiwa dan panca indera serasi lahir dan batin. Ingatlah bahwa jiwa dan raga selalu dipengaruhi oleh kekuatan api, angin, tanah dan air.

3. Untuk memelihara kesehatan raga, antara lain bisa dilakukan :

Minumlah segelas air dingin dipagi hari, siang dan malam sebelum tidur, air segar ini bagus untuk syarat dan bagian-bagian tubuh yang lain yang telah melaksanakan makarti. Jagalah tubuh selalu bersih dan sehat, mandilah secara teratur di negeri tropis sehari dua kali. Jangan merokok terlalu banyak. Konsumsilah lebih banyak sayur-sayuran dan buah-buahan dan sedikit daging, perlu diketahui daging yang berasal dari binatang yang disembilah dan memasuki raga itu bisa berpengaruh kurang baik, maka itu menjadi vegetarian ( tidak makan daging ) adalah langkah yang positif. Kendalikanlah kehendak atau nafsu, bersikaplah sabar, narima dan eling. Janganlah terlalu banyak bersenggama, seminggu sekali atau dua kali sudah cukup.

4. Berlatihlah supaya cipta menjadi lebih kuat, pusatkan cipta kontrol panca indera. Tenangkan badan ( heneng ) dengan cipta yang jernih dan tentram ( hening ) Bila cipta bisa dipusatkan dan difokuskan kearah satu sasaran itu bagus, artinya cipta mulai mempunyai kekuatan sehingga bisa dipakai untuk mengatur satu kehendak.

5. Buatlah satu titik atau biru ditembok atau dinding ( . ) duduklah bersila dilantai menghadap ke tembok, pandanglah titik itu tanpa berkedip untuk beberapa saat, konsentrasikan cipta, kontrol panca indera, cipta dan pikiran jernih ditujukan kepada titik tersebut. Jangan memikirkan yang lain, jarak mata dari titik tersebut kira-kira tujuh puluh lima sentimeter, letak titik tersebut sejajar dengan mata, lakukan itu dengan santai.

6. Lakukan latihan pernafasan dua kali sehari, pada pagi hari sebelum mandi demikian juga pada sore hari sebelum mandi tarik nafas dengan tenang dalam posisi yang enak.

7. Lakukan olah raga ringan ( senam ) secara teratur supaya badan tetap sehat, sehingga mampu mendukung latihan olah nafas dan konsentrasi.

8. Hisaplah kedalam badan Sari Trimurti pada hari sebelum matahari terbit dimana udara masih bersih, lakukan sebagai berikut :

Tarik Nafas Tahan Nafas Keluarkan Nafas Jumlah  
10 detik 10 detik 10 detik 30 detik minggu I : 3 kali
15 detik 10 detik 15 detik 40 detik  minggu II : 3 kali
20 detik 10 detik 20 detik 50 detik   minggu III : 3 kali
26 detik 08 detik 26 detik 60 detik   minggu IV : 3 kali

 

9. Untuk memperkuat otak tariklah nafas dengan lobang hidung sebelah kiri dengan cara menutup hidung sebelah kiri dengan cara menutup lobang hidung sebelah kanan dengan jari, lalu tahan nafas selanjutnya keluarkan nafas melalui lobang hidung sebelah kanan, dengan menutup lobang hidung sebelah kiri dengan jari.

Tarik Nafas Tahan Nafas Keluarkan Nafas   Jumlah  
4 detik 8 detik 4 detik 16 detik minggu I : 7 kali
10 detik 7 detik 10 detik 27 detik  minggu II : 7 kali
10 detik 10 detik 10 detik 30 detik   minggu III & IV : 7 kali
20 detik 20 detik 20 detik 60 detik   minggu V : 7 kali

 

10. Karsa akan terpenuhi apabila nasehat-nasehat diatas dituruti dengan benar, praktekkan samadi pada waktu malam hari, paling bagus tengah malam ditempat atau kamar yang bersih. Kontrol panca indera, tutuplah sembilan lobang dari raga, duduk bersila dengan rilek, fokuskan pandangan kepada pucuk hidung. Tarik nafas, tahan nafas, dan keluarkan nafas dengan tenang dan santai, konsentrasikan cipta lalu dengarkan suara nafas. Pertama-tama akan dirasakan sesuatu yang damai dan apabila telah sampai saatnya orang akan bisa berada berada dalam posisi hubungan harmonis antara kawula dan Gusti ALLAH

11. Cobalah lakukan sebagai berikut :

Lupakan segalanya selama dua belas detik, dengan sadar memusatkan cipta kepada dzat yang agung selama seratus empat puluh detik. Jernihkan pikiran dan rasa selama satu, dua atau tiga jam ( semampunya )

12. Tujuh macam tapa raga, yang perlu dilakukan

  • Tapa mata, mengurangi tidur artinya jangan mengejar pamrih.
  • Tapa telinga, mengurangi nafsu artinya jangan menuruti kehendak jelek.
  • Tapa hidung, mengurangi minum artinya jangan menyalahkan orang lain
  • Tapa bibir, mengurangi makan artinya jangan membicarakan kejelekan orang lain
  • Tapa tangan, jangan mencuri artinya jangan mudah memukul orang
  • Tapa alat seksual, mengurangi bercinta dan jangan berzinah
  • Tapa kaki, mengurangi jalan artinya jangan membuat kesalahan

13. Tujuh macam tapa jiwa yang perlu dilakukan

  • Tapa raga, rendah hati melaksanakan hanya hal yang baik
  • Tapa hati, bersyukur tidak mencurigai orang lain melakukan hal yang jahat
  • Tapa nafsu, tidak iri kepada sukses orang lain, tidak mengeluh dan sabar pada saat menderita
  • Tapa jiwa, setia tidak bohong, tidak mencampuri urusan orang
  • Tapa rasa, tenang dan kuat dalam panalongso
  • Tapa cahaya, bersifat luhur berpikiran jernih
  • Tapa hidup, waspada dan eling

14. Berketetapan hati, tidak ragu-ragu, selalu yakin orang yang kehilangan keyakinan atas kepercayaan diri adalah seperti pusaka yang kehilangan yoninya atau kekuatannya

15. Menghormati orang lain tanpa memandang jenis kelamin, kedudukan, suku, bangsa, kepercayaan dan agama, semua manusia itu sama : saya adalah kamu ( tat twan asi ). Artinya kalau kamu berbuat baik kepada orang lain, itu juga baik buat kamu, kalau kamu melukai orang lain itu juga melukai dirimu sendiri.

16. Sedulur papat kalimo pancer

Orang Jawa tradisional percaya eksistensi dari sedulur papat ( saudara empat ) yang selalu menyertai seseorang dimana saja dan kapan saja, selama orang itu hidup didunia. Mereka memang ditugaskan oleh kekausaan alam untuk selalu dengan setia membantu, mereka tidak tidak punya badan jasmani, tetapi ada baik dan kamu juga harus mempunyai hubungan yang serasi dengan mereka yaitu : Kakang kawah, saudara tua kawah, dia keluar dari gua garba ibu sebelum kamu, tempatnya di timur warnanya putih. Adi ari-ari, adik ari-ari, dia dikeluarkan dari gua garba ibu sesudah kamu, tempatnya di barat warnanya kuning. Getih, darah yang keluar dari gua garba ibu sewaktu melahirkan, tempatnya di selatan warnanya merah. Puser, pusar yang dipotong sesudah kelahiranmu, tempatnya di utara warnanya hitam. Selain sedulur papat diatas, yang lain adalah Kalima Pancer, pancer kelima itulah badan jasmani kamu. Merekalah yang disebut sedulur papat kalimo pancer, mereka ada karena kamu ada. Sementara orang menyebut mereka keblat papat lima tengah, ( empat jurusan yang kelima ada ditengah ). Mereka berlima itu dilahirkan melalui ibu, mereka itu adalah Mar dan Marti, berbentuk udara. Mar adalah udara, yang dihasilkan karena perjuangan ibu saat melahirkan bayi, sedangkan Marti adalah udara yang merupakan rasa ibu sesudah selamat melahirkan si jabang bayi. Secara mistis Mar dan Marti ini warnanya putih dan kuning, kamu bisa meminta bantuan Mar dan Marti hanya sesudah kamu melaksankan tapa brata (laku spiritul yang sungguh-sungguh)

17. Tingkatkan sembah, menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa yang berarti juga menghormati dan memujaNYA, istilah lainnya ialah Pujabrata. Ada guru laku yang mengatakan bahwa seseorang itu tidak diperkenankan melakukan pujabrata, sebelum melewati tapabrata.

Sembah raga

Ini adalah tapa dari badan jasmani, seperti diketahui badan hanyalah mengikuti perintah batin dan kehendak. Badan itu maunya menyenag-nyenangkan diri, merasa gembira tanpa batas. Mulai hari ini, usahakan supaya badan menuruti kehendak cipta yaitu dengan jalan: bangun pagi hari, mandi, jangan malas lalau sebagai manusia normal bekerjalah. Makanlah makanan yang tidak berlebihan dan tidur secukupnya saja: makan pada waktu lapar, minum pada waktu haus, tidur pada waktu sudah mengantuk, pelajarilah ilmu luhur yang berguna untuk diri sendiri dan orang lain.

Sembah cipta

1. Kamu harus melatih pikiranmu kepada kenyataan sejati kawula engenal Gusti.

2. Kamu harus selalu mengerjakan hal-hal yang baik dan benar, kontrollah nafsumu dan taklukan keserakahan. Dengan begitu rasa kamu akan menjadi tajam dan kamu akan mulai melihat kenyataan.

Berlatih cipta sebagai berikut :

Lakukan dengan teratur ditengah, ditempat yang sesuai. Konsentrasikan rasa kamu Jangan memaksa ragamu, laksanakan dengan santai saja Kehendakmu jernih, fokuskan kepada itu Biasakanlah melakukan hal ini, sampai kamu merasa bahwa apa yang kamu kerjakan itu adalah sesuatu yang memang harus kamu kerjakan, dan sama sekali tidak menjadi beban Kini kamu berada dijalan yang menuju ke kenyataan sejati, kamu merasa seolah-olah sepi tidak ingat apapun, seolah-olah badan astral dan mental tidak berfungsi, kamu lupa tetapi jiwa tetap eling ( sadar ) itulah situasi heneng dan hening dan sekaligus eling kesadaran dari rasa sejati. Ini hanya bisa dilaksanakan dengan keteguhan hati sehingga hasilnya akan terlihat.

Sembah jiwa

Sembah jiwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, dengan rasa yang mendalam menggunakan jiwa suksma yang telah kamu temui pada waktu pada heneng, hening dan eling, ini adalah sembah batin yang tidak melibatkan lahir. Apabila kamu melihat cahaya yang sangat tenang tetapi tidak menyilaukan itu pertanda kamu sudah mulai membuka dunia kenyataan. Cahaya itu adalah pramana kamu sendiri, kamu akan merasa yakin pada waktu bersamadi, kamu dan cahaya itu saling melindungi.

Sembah rasa artinya sejati ( rasa sejati )

1. Kita bisa mengerti dengan sempurna untuk apa kita diciptkan dan selanjutnya apakah tujuan hidupmu.

2. Kita akan mengerti dengan sempurna atas kenyataan hidup dan  keberadaan semua mahluk melalui  olah samadi  atau memahami   Sangkan Paraning Dumadi, hubungan harmonis antara kawula dan Gusti layaknya seperti manisnya madu dan madunya, tidak terpisahkan.

Grebeg

UPACARA GEREBEG

Karaton Surakarta

Grebeg Mulud

Diselenggarakan pada tahun Dal (8 tahun sekali) Grebeg dilaksanakan pada hari Jum’at Kliwon, selanjutnya pada hari Ahad (minggu) Paing +/- 24 BBWI ISKS Pakoeboewono sekalian GK. Ratu Alit di Pawon atau dapur “Gondorasan:” untuk “adang” atau menanak nasi.

Grebeg Pasa

Tatacara yang dilaksanakan adalah Abdidalem “Pareden” atau gunungan 1 rakit atau 2 buah diarak menuju Masjid Ageng Karaton oleh para Abdidalem dan prajurit Karaton sebanyak 4 pleton. Selesai didoakan di masjid dibagi seperti Grebeg Mulud. 

Grebeg Besar

Tatacara yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:

1. Penyerahan kelengkapan “Jamasan Pusaka” atau minyak untuk membersihkan pusaka diterimakan kepada sesepuh Kadilangu (Ahli waris Sunan Kalijaga). Minyak diserahkan, yaitu lisah sepuh, lisah cendana dan kembang.

2. Dikeluarkannya ajad dalem “Pareden”atau gunungan pada +/- jam 10.00 WIB. Tatacara yang dilaksanakan adalah seperti pada Grebeg Pasa

Dari ketiga jenis Grebeg tersebut, Grebeg Muludlah yang prospeknya cerah dan banyak mengundang para pengunjung, oleh karena itu akan dibahas lebih lanjut sebagai berikut:

Setelah perayaan sekaten berlangsung 7 hari, maka tepat tanggal 12 Rabiulawal, yakni hari lahirnya Nabi Muhammad SAW, diadakan upacara selamatan dengan sesaji “Gunungan” yang diselenggarakan oleh Sinuhun Paku Buwana. Puncak perayaan sekaten itu berbarengan dengan Grebeg Mulud Nabi, serta dipusatkan di Masjid Agung yang terletak di sebelah barat Alun-Alun utara.

Peresmian selamatan ini dimulai dengan pasewakan, Ingkang Sinuhun memerintahkan Pepatih Dalem untuk menyampaikan perintah kepada Kyai Penghulu Tapsiranom agar memimpin upacara selamatan Mulud Nabi Muhammad SAW serta membacakan doa seperlunya. Perjalanan rombongan pembawa sesaji “gunungan” dari Karaton serta didahuluioleh tarian. Ini dilakukan oleh para Brahmana dengan maksud untuk menguji kesungguhan iman Pepatih dalem di dalam mengemban perintah Ingkang Sinuhun. Kalau dalam menjalankan tugas tertawa itu tandanya masih bisa tergoda.

Tentang sesaji gunungan ini KGPH Hadiwijaya menjelaskan sebagai berikut: Gunungan (asal kata gunung) itu terdiri dari 24 jodang besar, yaitu 12 buah jodang gunungan laki-laki dan 12 buah jodang gunungan perempuan. Disela-sela itu terdapat anak-anak (saradan) dan 24 buah ancak-canthaka.

Gunung laki-laki yang berbentuk tumpengan , lingga atau meru itu tingginya melebihi tinggi ornag berdiri, dipundaknya ditaruh ento-ento (sejenis makanan yang bentuknya bulat) sebanyak 4 buah dan diatasnya 1 buah. Ini melambangkan rasa sejati, perlambang yang dapat kita saksikan pada tugu batu dari candi Sukuh (Sukuh, Tawangmangu) yang kini ditancapkan bendera kecil gula klapa (putih merah) yang dibalik, yang juga melambangkan laki-laki perempuan.

Gunungan bentuknya seperti tubuh gender ialah yoni. Oleh sebab itu dinamakan “gegenderan”. Segala sesuatu tidak berbeda dengan gunungan laki-laki di atas. Antara gunungan laki-laki tersebut terdapat anak-anakan yang dinamakan “saradan”

Jodhang yang dipergunakan untuk mengusung gunungan tersebut diberi hiasan yang mengandung makna tersendiri, serta mempunyai arti simbolis, antara laindiberi kampuh (penutup dari setengah tingginya ke bawah) berupa kain ‘bangotulak’ ynag indah, megah dan berwibawa itu.

Untuk keperluan sehari-hari pada sesaji/selamatan lazim kita jumpai jenang putih merah, tidak boleh keliru putihnya harus ditaruh di atas yang merah. Inipun melambangkan laki-laki perempuan, seperti yang terkandung dalam simbolgula – klapa yang dibalik, putihnya di atas merahnya di bawah. Tentang ancak-canthoka yang berjumlah 24 itu bentuknya menyerupai kodhok (katak), diberi wadah besi tertutup dari kuningan.

Dalam iring-iringan dari halaman Kamandungan menuju Masjid Besar, berjalan paling depan gunungan laki-laki berselang dengan gunungan perempuan, sedang diantaranya terdapat anak-anak (saradan). Di belakangnya adalah ancak-canthoka dalam formasi berjajar dua-dua. Perjalan diapit oleh abdidalem panewu mantri. Dibelakang sendiri berjalan seorang Bupati Pangreh Praja sebagai penutupnya.

Iring-iringan gunungan itu berjalan lewat di depan Ingkang Sinuhun di Sitinggil, lewat alun-alun utara dan seterusnya menuju masjid Besar. Perjalanan iring-iringan sesaji gunungan tersebut mendapat penghormatan gending Mungga. Sesampainya pada rombongan ancak-canthoka gending berubah menjadi kodhok ngorek.

Selanjutnya mengenai jum`lah (hitungan) 12-24-2 di atas masing-masing mempunyai arti sibolis sama dengan hitungan khusus 3 = trimurti, 4 = keblat, 2 = loro, loroning atunggal, dan sebagainya. Dikalangan ilmiah barat disebutnyatweedeling dan perkalianangka-angka di atas apabila berikutnya 12 x 2 – 24 adalah perputaran bumi mengelilingi matahari satu hari satu malam selama 24 jam.

Setelah rombongan sampai di serambi Masjid Besar maka Pepatih Dalem memberitahukan hajat Ingkang Sinuhun kepada Kyai Penghulu Tafsiranom serta minta dibacakan doa menurut semestinya. Kyai penghulu Tafsiranom menerima penyerahan itu selanjutnya memimpin jalannya upara sampai selesai. Kemudian sesudah upacara selesai, maka gunungan dan tumpeng sewu dibagikan kepada semua yang hadir, tidak ketinggalan dikirimkan kepada Ingkang Sinuhun dan para pembesar yang dianggap perlu.  

Calender Events

1. Garebeg Pasa Idul Fitri

Garebeg Pasa merayakan hari raya Idul Fitri yang menarik acara prosesi Gunungan (pareden - Jw) dari Karaton Surakarta diarak oleh para abdidalem ke Masjid Agung Surakarta. Seperti biasa setelah didoakan oleh Ngulamdalem (ulama karaton), kemudian dibagikan kepada masyarakat pengunjung. Acara ini dimulai pukul 10.00 tanggal, 6 Desember 2002 ( 1 Syawal 1423 H ) sampai selesai.

2. Syawalan

perayaan syawalan dimulai 1 hari setelah hari raya Idul Fitri. Diselenggarakan di taman Jurug yang terletak ditepi bengawan Solo. Puncak acara saat pelaksanaan " Larung Getek Joko Tingkir " ribuan orang menghadiri perayaan ini untuk memperoleh ketupat yang dibagikan. Berbagai pertunjukan tradisional diselenggarakan, seperti pertunjukan musik dangdut, keroncong dan seni tradisional lain. Juga ada tempat permainan anak-anak dan kebun binatang yang menarik. Syawalan dimulai tanggal, 17 Desember 2002.

3. Pasowanan Abdi dalem

Jadwal pasowanan abdidalem selama satu tahun, setiap abdidalem baik yang garap (pegawai karaton Surakarta) atau abdidalem anom-anom (tituler-umum, tidak bekerja di Karaton) yang telah memperoleh ganjaran pangkat mempunyai kewajiban-kewajiban umumnya sebagai abdidalem. Hal ini diperintahkan kepada semua abdidalem pada saat " di wisuda dan memperoleh surat kekancingan (SK) " dari Pangageng parentah Karaton untuk abdidalem dari umum dan memperoleh kekancingan dari kantor pangageng putra santanadalem untuk " para santanadalem ". Mereka diwajibkan " Netepi apa gawa-gawene Karaton " ini mengandung arti bahwa semua abdidalem tanpa terkecuali harus melaksanakan dawuh atau perintah untuk " sowan ke Karaton menghadiri pasowanan " . Pelaksanaannya melalui " timbalan atau panggilan " melalui surat.

Bagi abdi dalem yang berada diluar kota, ada toleransi tidak semua acara pasowanan tersebut harus datang, mengingat jauhnya tempat tinggal, waktu, tenaga dan biaya yang harus dikeluarkan. Dan untuk ini pihak Karaton sudah cukup bijaksana ada timbalan atau panggilan yang harus dihadiri abdidalem yang berada di kota Solo dan sekitarnya saja. Untuk melaksanakan dawuh pasowanan tersebut di dalam satu tahun terdapat kurang lebih 8 kali pasowanan sebagai berikut :

1. Pasowanan Kirab Pusaka, Diadakan setiap malam hari menjelang tanggal 1 Suro, Dimulai jam 10 malam,Tempat berkumpul di halaman Karaton, Acara kirab pusakadalem keliling Baluwarti, menempuh jarak kurang lebih 3 km dengan route yang dilalui, Karaton, Alun-alun Utara, Gladag, Jl. Mayor Kusmanto, Jl. Kapten Mulyadi, Jl. Veteran , Jl. Yos Sudarso, Jl Slamet Riyadi, Gladag kembali masuk ke Karaton. Busana yang dikenakan busana Jawi Jangkep sowan Karaton atelah hitam, tanpa passan (tanda pangkat) keris warongko ladrang.

2. Pasowanan Garebeg Mulud, Diadakan setiap tanggal 12 bulan Maulud bersamaan hajaddalem Gunungan, Dimulai jam 09.00 pagi, Tempat berkumpul dibangsal Smarakata dan di Pelataran (halaman dalam), Acara menuju ke kagungandalem Mesjid Agung Surakarta, untuk membawa hajjaddalem Gunungan, setelah didoakan kemudian dibagi kepada para pengunjung sisanya 1 (satu) buah dibawa kembali ke Karaton untuk dibagikan kepada para abdidalem. Busana yang dikenakan Jawi Jangkep sowan karaton, atelah hitam memakai passan (tanda pangkat) bagi yang berhak menggunakannya, keris warongko ladrang, diizinkan menggunakan " songsong " (payung) bagi yang punya.

3. Pasowanan Wilujengan Nagari ( Mahesa Lawung ), Diadakan setiap hari Senin atau Kamis, pada akhir bulan Rabiulakir, Dimulai jam 09.00 pagi, Tempat berkumpul di bangsal Smarakata. Acara menuju hutan Krendowahono, 15 km arah utara kota Solo, untuk mengadakan wilujengan nagari, dipimpin oleh nguladalem. Busana yang dikenakan busana Jawi Jangkep padintenan sowan Karaton, boleh pakai beskap atau atelah warna bebas bukan warna hitam. Keris warongko gayaman.

4. Pasowanan Peringatan Tingalandalem Jumenengan, Diadakan setiap tanggal 2 bulan Ruwah. Dimulai jam 10.00 pagi, Tempat berkumpul dibangsal Sasana Sewaka, Acara, duduk menghadap Sang Raja SISKS Paku Buwana XII lenggah (duduk) diatas dampar sambil menyaksikan " tari bedoyo ketawang " ditarikan oleh 9 gadis remaja putri yang belum menikah, terdiri para wayahdalem, santanadalem atau kerabatdalem lainnya bisa juga penari dari umum yang terpilih dan memenuhi syarat yang telah ditentukan. Busana yang dikenakan busana Jawi Jangkep sowan Karaton, atelah hitam keris warongko ladrang memakai passan bagi yang berhak menggunakannya.

Catatan :

Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, pada setiap tingalandalem jumenengan SISKS Paku Buwana XII, yang menganugerahkan ganjaran gelar atau pangkat kepada para santanadalem, abdidalem atau umum yang dipandang mempunyai jasa atau kepedulian terhadap Karaton. Pelaksanaan wisuda atau pemberian gelar atau pangkat tersebut, biasanya diadakan sehari sebelum peringatan tingalandalem jumenengan.

5. Malam Selikuran ( Selikur = 21 ), Diadakan setiap tanggal 20 malam menjelang tanggal 21 bulan puasa atau biasa disebut Malam lailatul Qodar. Dimulai jam 17.30 sore, Tempat berkumpul di Siti Hinggil Karaton Surakarta. Acara setelah mendengar adzan berbuka puasa, para abdidalem berbuka puasa bersama. Kemudian mengikuti " wilujengan hajad dalem selikuran " setelah didoakan bersama oleh para ngulamadalem dan badidalem, dibawa ke Joglo Taman Sriwedari untuk dibagikan kepada para pejabat dan tamu undangan yang hadir dan umum. Ditempat ini semua mendengarkan pembacaan riwayat berdirinya Taman Sriwedari atau zaman dulu biasa disebut Kebon Raja. Busana yang dikenakan busana Jawi Jangkep padintenan (harian) sowan karaton, bebas boleh atelah beskap, warna juga bebas asalkan bukan warna hitam, keris warongko gayaman.

6. Malam Garebeg Puasa, Diakan 1 hari menjelang hari raya Idul Fitri. Dimulai jam 17.30 sore, Tempat berkumpul dibangsal, Smarakata, Acara menyerahkan hajjaddalem Zakat Fitrah, kepada panitia kegungandalem Masjid Agung Surakarta, untuk dibagikan kepada mereka yang berhak, setelah terlebih dahulu di doakan oleh para seluruh yang hadir, melalui panitia mesjid, zakat diberikan kepada yang berhak. Busana yang dikenakan busana Jawi Jangkep pedintenan (harian) sowan karaton, bagi utusan dan petugas lainnya atelah atau beskap putih, keris warongko gayaman abdidalem lain bebas warnanya, asal bukan warna hitam.

7. Garebeg Puasa, Diadakan pada hari raya Idul Fitri 1 Syawal setelah melakukan shalt ied. Dimulai jam 09.00 pagi, Tempat berkumpul di bangsal Smarakata dan di pelataran, Acara, menyerahkan hajjaddalem Gunungan (pareden-Jw) ke kagungandalem Mesjid Agung Surakarta. Setelah didoakan oleh ngulamadalem, gunungan dibagikan kepada para pengunjung sisanya 1 (satu) buah dibawa kembali ke Karaton untuk dibagi kepada para abdidalem. Busana yang dikenakan busana Jawi Jangkep sowan Karaton, atelah hitam memakai passan (pangkat) bagi yang berhak , keris warongko ladrang, bagi yang sudah punya diizinkan memakai songsong (payung)

8. Garebeg Besar, Diadakan pada tanggal 10 Besar setelah melakukan sholat ied, Dimulai jam 09.00 pagi, Tempat berkumpul dibangsal Smarakata dan dipelataran, Acara menyerahkan hajjaddalem Gunungan (pereden - Jw) ke kagungandalem Mesjid Agung Surakarta. Setelah didoakan oleh ngulamdalem gunungan dibagikan kepada para pengunjung, sisanya 1 (satu) buah dibawa kembali ke Karaton untuk dibagikan kepada para abdidalem. Busana yang dikenakan busana Jawi Jangkep sowan karaton, atelah hitam memakai passan (pangkat) bagi yang berhak , keris warongko ladrang bagi yang sudah punya diizinkan memakai songsong atau payung.

9. Garebeg Besar ( Idul Adha ),  prosesi hajjad dalem gunungan dari karaton menuju ke masjid agung Solo tepat jam 10.00 pagi. Kemudian setelah didoakan oleh ngulamadalem (ulama dari karaton) gunungan tersebut dibagikan kepada para masyarakat pengunjung dan sisanya sebuah dibawa kembali ke karaton untuk dibagikan kepada para abdidalem.

10. Kirab Pusaka, kirab pusaka merupakan cara tradisional yang diselenggarakan oleh Karaton Surakarta dan Pura mangkunegeran, untuk merayakan tahun baru jawa yakni 1 Asyura (suro). Prosesi ini memamerkan pusaka-pusaka dari karaton Surakarta dan Pura Mangkunegeran yang dibawa oleh para abdidalem yang berpakaian Jawa adat karaton (busana jawi jangkep), Acara ini dimulai jam 10.00 malem ,dan bersamaan waktunya para abdidalem karaton Surakarta mengirabkan pusaka-pusaka, para abdidalem yang lain, mengadakan semedi di bangsal Parasdya serta sholat khajat di mesjid Pujasana yang terletak di dalam karaton. Kedua acara ini untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk keselamatan SISKS Paku Buwana XII dan seluruh kerabat serta karaton Surakarta seluruhnya, serta keselamatan negara kesatuan republik Indonesia.

Etimologi Aksara Jawa I

 

HA NA TJA RA KA

Djaka Lawung andhedherek dhawuhipun Begawan Manik Sidhi, terus andjedjak ing papan ingkang sampun kapratelakaken dening Begawan Manik Sidhi kasebat, inggih punika njata wonten ing lelengkehing redi Lawu ingkang sisih wetan, katingal sela ageng wradin. Inggal-inggal Djaka Lawung minggah dhateng sela kala wau, sareng sampun dumugi ing nginggil, pranjata wonten seratanipun Djawa Kina, inggih punika ingkang sinebat Tjarakan Djawa.

Djaka Lawung sakelangkung ngunguning penggalih mirsani tjarakan Djawa kala wau kalijan ngumandika, iki bandjur keprije tjarane aku bisa matja. mboten dangu Begawan Manik Sidhi sampun katingal rawuh ing ngersaning sinatrija, ladjeng paring pitedah bab pemaosing tjarakan Djawa wau, dhawuhira: "Ngger Djaka Lawung, tumungkula ngger, lan rungokna dhawuhingsun tumrap pematjaning tjarakan iki:

"Hingsun Nitahake Tjahja Rasa Karsa"

"Dumadi Titising Sarira Wandija Laksana"

"Pantya Dhawuhing Djagad Jekti Ngawidji"

"Marmane Gantya Binuka Thukul ing Ngakasa"

Kuwi ngono anggambarake kahanan ingsun apadene sira dhek djaman kala samana, sakdurunge mawudjud kaja ngene ini. Mungguh keterangane mangkene:

Hingsun kuwi katjekak Ha, tegese ana, wudjud, wiwitan, ja kuwi kang den sebut Hijang Bagas Puruwa, lenggahe ana ing alam Puruwa, ya alam Wasana, kena diarani Sirna nanging Neka, utawa datan kena kinaja ngapa.

Nitahake, jen katjekak Na tegese, ndhawuhake, njabda, nganakake, andjumenengake, mudjudake. Dadi Hijang Bagas Puruwa wus andhawuhake.

Tjahja, jen katjekak Tja tegese, Sorot, pepadhang, sunar kang tanpa wewajangan. Ja kuwi tjahjaning Hijang Bagas Puruwa pribadi.

Rasa, jen katjekak Ra tegese, ja rasane Hijang Bagas Puruwa pribadi kang wus kadhawuhake utawa katitahake.

Karsa, jen katjekak Ka tegese karep, ja karepe (karsane) Hijang Bagas Puruwa dhewe (pribadi).

Dadi: HA, NA, TJA, RA, KA, tegese, Hijang Bagas Puruwa wus aparing dhawuh marang tjahja, rasa lan karsane pribadi, kang supaja tumitis utawa tumurun, tegese turun saka pribadine Hijang Bagas Puruwa dhewe. Dene Hijang Bagas Puruwa kuwi kena diarani Sang Hijang Huna, tegese Swara, Pangandika kang tanpa lesan. Dene lesan ing kene ateges piranti. Bandjur sakteruse :

Dumadi, jen katjekak Da,tegese wis dadi, mawudjud, gatra wis ana, nanging wudjud utawa gatra kang isih samar. Tegese ora bisa dipirsani nganggo pirantining pantjadrija.

Titising, jen ditjekak Ta, tegese tetesing sabda, dhawuh, pangadika mau.

Sarira, jen ditjekak Sa, tegese Sarining Rasa, ja rasane Hijang Bagas Puruwa kasebut.

Wandija, jen katjekak Wa, tegesa wahana kang winadi, utawa wola-wali (ora mung sepisan), dadi wahana kang winadi kuwi sedjatine ja kang diarani ora mung sepisan kuwi.

Laksana, jen katjekak La, tegese tumindak utawa ditindakake, lumaris, lumaku, makarti. Ja marga pakarti, tumindak lan laku mau, bandjur bisa mawudjud wela-wela.

Dadi: DA, TA, SA, WA, LA, tegese Ana Tetesing Rasa Kang Wola-Wali Pakartine, tjetha jen kabeh kuwi ora mung sepisan gawe, kang ateges marambah-rambah nganti kena diarani datan ana pedhote, utawa langgeng, tetep, adjeg, kaja dene getere djedjantungira.

Pantya, jen katjekak Pa, tegese papan, wadhah, panggonan, bolongan, guwa, utawi sipat.

Dhawuhing, jen katjekak Dha, tegese perintahe, pakone, kongkonane, utusane.

Djagad, jen katjekak Dja, tegese djagad, bumi, bawana, kelaswara, tijambita, wewengkon, ringkese diarani panguwasa.

Jekti, jen katjekak Ja, tegese sajekti, sedjati, temenan, ora goroh, sampurna, pepak, djangkep ora kurang.

Ngawidji, jen katjekak Nga, tegese manunggal, kumpul, ora pisah, samad sinamadan, limput linimputan.

Dadi: PA, DHA, DJA, JA, NJA, anduweni teges: Wadhah Kanggo Papane Dhawuh Kang Wus Manunggal Kalawan Bumi, tegese wadhah lan isine ora bisa pisah, utawa sing andhawuhi lan sing diparingi dhawuh wus njawidji (manunggal).

Marmane, jen katjekak Ma, tegese mulane, sanjatane, akibate, kedadeane.

Gantya, jen katjekak Ga, tegese ganti, berobah, ewah sipate, owah wewudjudane, owah kahanane.

Binuka, jen katjekak Ba, tegese kabukak, menga, diweruhi, kaweruhan, katon, mangerti, karasa, kasat ing mata.

Thukul ing, jen katjekak Tha, tegese wutuh, semi, modot, berobah saka asale, pindhah saka papane.

Ngakasa, jen katjekak Nga, tegese ngawijat, dirgantara, awang-awang, ndhuwur, ngantariksa.

Dadi: MA, GA, BA, THA, NGA anduweni teges: Mulane Bandjur Owah Wewudjudane lan Bandjur Thukul Ing Awang-awang, tegese ana nanging durung kasat mata, ja pirantine si pantjadrija.

Semene ngger, luhuring tilarane ejangira dhewe ja Empu Galihan, anggone paring tetilaran marang putra wajahe, kedjaba bakal kena kanggo sesambungane pangandikan tumrap sidji lan sidjine, djebul ngemu surasa nalika sira isih ana ing djaman ketentreman, ja djaman kang wiwitan. Kawruh iku mau sedjatine durung tutug, djalaran kedjaba ana aksara Djawa, uga ana sandhangan, tegese sakwise sira bleger awudjud kaja saiki iki bisa njandhang, ngrasakake. Dadi sandhangan dudu panggango, nanging Rasane. Tjatjahe sandhangan iku mau ana 12 idji, dene aksarane ana 20, mulane aksara Djawa iku kabeh ana 32. Telu ateges asalira, rasaning bapa, rasaning bijung lan titising Hijang Djagad Pratingkah, dene loro kuwi tegese wadhah lan isine.

Kawruh kang kaja mangkene iki sebarna marang kabeh para kawula, kareben padha mangerti marang asale dhewe-dhewe, kang ateges ora gampang ngumbar hardaning kamurkan. Kaja wus tjukup samene ngger piwelingingsun bab tilarane ejangira Empu Galihan, wus ngger karia basuki".

Saknalika Begawan Manik Sidhi enja saking pandulu, dene Djaka Lawung saja mantep, madhep lan rumaos rena sanget panggalihipun, dene wonten kedadosan ingkang saged maringi pepadhang ngantos dumugi sakputra wajahipun sedaja bendjing ugi badhe sanget mangertosi, ingkang ateges mboten itjal larinipun.

Pamesubratanipun kaladjengaken terus ngantos pinten-pinten warsa. Ing ngriku Djaka Lawung djumeneng Pandhita Nalendra, adjedjuluk Pandhita Dwiasmara, ugi Pandhita Katong.

mboten karontje kawontenanipun Sang Pandhita, anudju ing satunggaling dinten, Sang Pandhita lenggah ing srambining Sanggar Palanggatan, ingadhep sedaja para tjantrik, ingkang karembag inggih namun tambahing kawruh budhi, ingkang tumudju dhateng kaluhuran djati. Dereng dangu anggenipun sami asung pangandika, katungka aturipun tjantrik, bilih ing ndjawi wonten satunggaling wanodija ingkang kepengin sowan ing ngarsa resi. Sang Pandhita ugi ladjeng marengaken.

Sesampuning wanodija sowan, Sang Pandhita mundhut priksa: "Sampejan saking pundi mbakju, dene nami sampejan sinten, kok keraja-raja tekan padhepokan ngriki, napa baja wonten perlu."

Wanodija: "Inggih Sang Pandhita, kula punika asal saking negari Djenggala, ladjeng kepladjeng nalika negari Djenggala binedhah dening Ratu Angkara, ingkang nama Prabu Djaja Katiwang. Sampun dangu anggen kula ngumbara kalunta-lunta, perlu ngangsu kawruh Kejaten, inggih kawruh kasunjatan. Ing wusana salebeting kula ngumbara tanpa prana, mireng rawat-rawat bakul sinambi wara, bilih ing ngriki wonten pandhita kang sidik, asma Pandhita Dwiasmara, punapa inggih pandjenengan Sang Pandhita ? Dene peparab Kula Resi Lawung Wati, nami kula pijambak Lawung Wati Sri Wardani, putra ratu ing Djenggala duk samanten."

Sareng Sang Pandhita mireng aturipun wanodija kala wau, saknalika emut dhateng dhawuhing Begawan Manik Sidhi, menawi wanodija punika njata-njata tjalon garwanipun, pramila mboten saranta Sang Pandhita ladjeng aparing dhawuh kanthi trang terwatja: "Diadjeng, kaja wus tumeka ing titi wantji, jen sira bakal dadi tetimbanganingsun. Awit Hijang Bagas Puruwa wus paring uninga marang djeneng ingsun, jen sedjatine ja sira kuwi kang pantes ingsun garwa kinarja sarana margane ingsun adarbe turun tjalon gumanti keprabon ing negara Madjapait. Mula dhiadjeng, adja kongsi sira andarbeni pangira-ira kang ora bener, awit kabeh mau kaja wus kinarsakake mring Djawata, dadi jen pantjen sira kepengin njuwita ing padhepokan kene, kaja ja wus prajoga banget, malah sakwise iki sira bakal ingsun bojong tindak anjedhaki pradja, sakperlu mirsani kahananing negara, awit negara ing wektu dina samengko ingsun pasrahake marang adhiningsun si Minak Pijungan. Ing kana ingsun bakal andjudjug ing padhepokan Madjalangu lan ingsun wadjib agawe karang kitri, laku tetanen, sira mengkono uga dhiadjeng."

Wanodija: "Dhuh sang Pandhita, sanget andadosaken ngradatosing manah kula sareng nampi dhawuh pandjenengan ingkang kados mekaten punika. mboten kanjana-njana menawi kula badhe kedhawahan pulung ingkang tanpa upami agengipun, bebasan lumpuh kang saged lumaris. Sang pandhita, menawi pantjen Sang Pandhita sudi dhateng djasat kula, badhe anggarwa dhateng kula, punapa mboten getun ing pawingkingipun, awit Sang Pandhita katingal taksih mudha, ing mangka kula sampun sepuh kados mekaten wudjudipun, Sang Pandhita. Punapa malih sareng kula mireng, bilih Sang Pandhita punika Nalendra ing Madjapait, punapa inggih pantes menawi kula angrenggani keputren, kinarja garwa prameswari."

Sang Pandhita: "Wis ta dhiadjeng adja sira kakehan ing pangudasmara, djer kabeh kuwi wus kinarsakake ing Djawata, dadi ingsun apadene sira mung kari nindakake."

mboten katjarios Sang Pandhita kalijan Dewi Lawung Wati Sriwardani sampun sami sih-sinisihan, lir saklimrahing djanma, ing wusana sang Dewi sampun katingal anggarbini timur.

Ing salebeting anggarbini kala wau, Sang Dewi sanget anggenipun kagungan pepinginan dhahar ulam ajam sawung, ingkang ulesipun wiring kuning tjampur wido djengger lan sukunipun pethak memplak. Panuwunipun dhateng ingkang garwa mboten kenging kaampah, kumetjer ngiler. Sang Pandhita mboten kirang weweka, sedaja panjuwunipun ingkang garwa inggal kaupadi, wekasan pikantuk satunggiling sawung tjeples ingkang dados panjuwunipun ingkang garwa.

Sawung ladjeng kapragat, ulamipun kadhahar sedaja kanthi nikmating raos.

Inggih sawung punika sedjatosipun ingkang badhe djumeneng wonten ing guwa garbaning Sang Dewi, ingkang ing tembe badhe mijos kakung tjalon gumantos Kepraboning negari Madjapait, adjedjuluk Raden Prijangga Lawung.

Sang Pandhita ingkang tansah emut dhateng dhawuhing Begawan Manik Sidhi, sesampuning ingkang garwa anggarbini sawatawis tjandra, ladjeng kabojong dhateng padhepokan ing Madja Langu ing satjelakipun Negari Talek Langu, ing sisih ler kilenipun. Wonten ing padhepokan ngriku, Sang Pandhita inggal mbangun teki, jasa dalem sakmurwatipun, nindakaken tetanen, nginguh sato iwen, ingkang wosipun sedaja wau sami tumut amiturut dhawuhing Begawan Manik Sidhi.

mboten katjarios Sang Dewi sampun ambabaraken putra kakung, bagus ing warni, kimplah-kimplah pindha tojaning tlaga Arga Sonja. Djabang baji senadijan saweg juswa 2 warsa, namung sampun katingal pamering ngaluhur, pantjen inggih trahing kesuma dhasar tedhaking mara tapa.

Sang Bagus pinaringan asma Raden Prijangga Lawung. Kotjapa sareng Raden Prijangga Lawung sampun djangkep juswa 17 warsa, saja tjetha pamoripun, gumebijar mentjorong, mertandhani tjalon Nalendra Binathara. Remenipun namung tansah ulah kridaning dedamel, tetes, merak ati, ngabekti dhateng rama ibu, lembah manah, nanging kendel, datan adjrih dhateng punapa kemawon. Landheping panggraitanipun ngedab-edabi, persasat pirsa dhateng sedaja kawontenan, senadijan dereng winarah nanging dipun tresnani dhateng kantja-kantjanipun ing kiwa tengening padhepokan ngriku. Remen weweh dhateng sesami, asih lan andhap asor, ngertos dhateng susila, mboten ngluhur-ngluhuraken, tindakipun sami kemawon kalijan lare padhusunan, persasat mboten mantra-mantra menawi punika sedjatosipun putraning Nalendra.

Ing wantji senggang ingkang rama kepareng nimbali ingkang putra, dhawuhipun: "Ngger Prijangga Lawung, sira ingsun paringi pirsa ngger, nanging adja kaget atinira, lan bandjur adja kegedhen ing rumangsa. Mengkene ngger, sedjatine wong atuwanira iku ja ingsun iki dudu kawula tani kang mengkene iki. Ingsun sedjatine Nalendra Madjapait. Kala samana nalika rama isih djumeneng, akeh banget penggodhane. Mula rama bandjur kepengin gesang kaja dene kawula ing nganti seprene. Dene negara ingsun pasrahake marang pamanira dhewe, ja kuwi si Pangeran Anom Minak Pijungan lan sakiki djumeneng Nalendra adjedjuluk Prabu Brawidjaja Kalamurti Tjakra Buwana kang kaping III. Dene ingsun wus paring dhawuh marang pamanira, adja kongsi negara dipasrahake marang sapa bae, jen ingsun durung kundur ngedhaton. Ing wusana wektu dina samengko kaja wus tumeka titi wantji ingsun andjabel panguwasane Minak Pijungan, djalaran ingsun wus rumangsa kagungan putra kang wenang nglenggahi dhamparing keprabon, ja kuwi sira ngger. Jen ingsun waspadakake, kaja sira wus andungkap diwasa, kaja wus pantes jen ta ngrenggani negara Madjapait. Mangertia ngger, sedjatine ibunira iku putri saka Djenggala, dadi wus pantes jen djumeneng prameswarining Nata. Mula sira ja wus wenang banget nglintir keprabon. Mula saka kuwi ngger, poma dipoma tansah sumungkema ing ejangira kang wus swargi, kang bakal andjangkung pangastanira djumeneng Nata ing pradja Madjapait."

Raden Prijangga Lawung: "Kandjeng Rama sesembahan kula, sanget ing pamundhi dhawuhipun rama, ingkang putra namung andhedherek sedaja dhawuh, mboten badhe ambadal kersa. Sedaja namung tansah sumarah ing ngarsa rama dalasan ibu, ingkang kula bekteni lahir trusing batos, inggih wakiling Hijang Bagas Puruwa."

Sang Pandhita lega sanget ing penggalihipun, dene ingkang putra tansah andherek dhawuning rama.

Sang Pandhita paring dhawuh malih: "Nanging mangertia ngger, jen djumenengira dadi nalendra kuwi kudu ngenteni jen sira wus juswa 25 warsa, dadi kurang 8 warsa. Ing sadjeroning 8 warsa mau, kang 7 warsa anggonen ngulandara, lelana kang sakperlu ngudi kawruh budhi kang sedjati, anggladhi marang katijasaning sariranira, kudu wani pait getir, makarja kang abot, nindakake talak brata, pirsa marang kasengsaraning kawula, pirsa marang kawula kang dhemen nindakake djubrija, tjidra, durdjana lan kudu wani nanggulangi. Adja sira kundur jen sira durung ngleksanani pamundhute rama. Awit sira wadjib sudjana marang kedadean ing tembe mburi, emut marang anak turunira, andjaga katentremane djagad sak isine kabeh. Jen kurang sakwarsa djandji sira wus bisa ngleksanani pamundhute rama, sira kepareng kundur. Ing kono sira ingsun sengkakake ngaluhur djumeneng Adipati Anom. Dene bab jasa kraton ora perlu bojong menjang Talok Langu, tjukup padhukuhan kene bae kanggo kraton. Katimbang ngusir si Minak Pijungan mesakake, aluwung ingsun kang ngalah. Wis ngger djengkara saka kene, ingsun tunggu ing padhepokan kongsi sakrawuhira ngger. Ora liwat rama mung bisa paring pudja-pudji pangestu, rahaju, widada ing saklawas-lawase."

Raden Prijangga Lawung: "mboten langkung rama, ingkang putra namung njuwun tambahaing pangestu, tinebihna ing rubeda, tjinelakna ing karahajon. Sampun rama, sembah sungkem kundjuk ing ngersa rama miwah ibu."

Raden Prijangga Lawung nilar padhepokan sumedia nindakaken dhawuhing rama, dene Sang Pandhita miwah garwa sami nengga ingkang putra kanthi raos prihatos, sarta tansah njenjuwun ing Djawata, sageda ingkang putra tansah pinajungan karahajon.

TPO

Fungsi dari latihan ini : mempengaruhi, menundukkan, mengendalikan orang lain

1.   Pembuangan Energi Negatif

1 2

Konsentrasi: Keluarkan nafas dari mulut perlahan - lahan tidak perlu dipaksakan penghembusannya sampai benar benar habis (perut menjadi menggembung)  – tahan sebentar - tarik nafas dari hidung perlahan, sangat halus dan panjang, seraplah energi yang sangat sejuk berwarna putih kehijauan seperti kabut, masukkan energi sejuk tadi tadi lewat pori – pori kulit kita, bersihkan tubuh kita dari energi energi negatif,– turunkan perlahan nafas ke pusar melalui rongga nafas, tekan bawah pusar – naik dada – buang energi sejuk yang sudah digunakan  tadi bersama kotoran atau energi negatif  melalui mulut bersamaan dengan membuang nafas.

Lakukan kurang lebih 10 menit atau 10 kali tarikan nafas

2. Penyerapan Energi langit (sky power)

 segitiga angkasa segitiga angkasa2

                  segitiga angkasa3

 

Nafas : Keluarkan nafas dari mulut perlahan - lahan tidak perlu dipaksakan penghembusannya sampai benar benar habis (perut menjadi menggembung)  – tahan sebentar - tarik nafas dari hidung perlahan, sangat halus dan panjang, seraplah energi berwarna kuning dari angkasa atau udara melalui pori – pori kulit kita yang menghadap ke angkasa, turunkan energi menuju pusat genta yang terletak dibawah pusar, kumpulkan terus semua energi bumi dan fokuskan menjadi satu titik energi yang sangat padat dan bersinar – nafas naik ke dada – buang nafas lewat mulut dengan sangat halus, nafas jangan di tahan mengalir apa adanya,  semua tubuh tetap rilek dan kendur.

Lakukan kurang lebih 10 menit atau 10 kali tarikan nafas

3.   Penyerapan Energi Bumi (grounding)

 segitiga bumi1 segitiga bumi2

                     segitiga bumi3

 

Konsentrasi: Keluarkan nafas dari mulut perlahan - lahan tidak perlu dipaksakan penghembusannya sampai benar benar habis (perut menjadi menggembung)  – tahan sebentar - tarik nafas dari hidung perlahan, sangat halus dan panjang, seraplah energi  berwarna kuning dari dalam bumi melalui pori – pori kulit kita yang berhadapan atau menyentuh bumi, energi terus naik menuju pusat genta yang terletak dibawah pusar, kumpulkan terus semua energi bumi dan fokuskan menjadi satu titik energi yang sangat padat dan bersinar  – nafas naik ke dada – buang nafas lewat mulut dengan sangat halus, nafas jangan di tahan mengalir apa adanya,  semua tubuh tetap rilek dan kendur .

Lakukan kurang lebih 10 menit atau 10 kali tarikan nafas

4.   Sinkronisasi Energi Bumi dan Langit

  segitiga gabungan1 segitiga gabungan2

                    segitiga gabungan3

Nafas : Keluarkan nafas dari mulut perlahan - lahan tidak perlu dipaksakan penghembusannya sampai benar benar habis (perut menjadi menggembung)  – tahan sebentar - tarik nafas dari hidung perlahan, sangat halus dan panjang, seraplah energi berwarna kuning dari bumi dan angkasa atau udara melalui pori – pori kulit kita, selaraskan kedua energi dari bumi dan angkasa sehingga menyatu, turunkan energi menuju pusat genta yang terletak dibawah pusar, kumpulkan terus semua energi yang sudah selaras tadi dan fokuskan menjadi satu titik energi yang sangat padat dan bersinar – nafas naik ke dada – buang nafas lewat mulut dengan sangat halus, nafas jangan di tahan mengalir apa adanya,  semua tubuh tetap rilek dan kendur.

Lakukan kurang lebih 10 menit atau 10 kali tarikan nafas

5.   Penanaman Energi

Keluarkan nafas dari mulut perlahan - lahan tidak perlu dipaksakan penghembusannya sampai benar benar habis (perut menjadi menggembung)  – tahan sebentar - tarik nafas dari hidung perlahan, sangat halus dan panjang, aplikasikan energi yang sangat halus atau aura atau suksma kita masuk kedalam tubuh dan menyatu dengan energi atau aura dari orang yang dimaksud, kita sinkronkan dua energi tadi ubah menjadi energi kasih, lakukan selama 20 kali tarikan nafas, selanjutnya energi atau aura atau suksma dari orang yang dimaksud kita tarik masuk kedalam tubuh kita satukan dengan energi atau aura atau suksma kita, simpan dalam alam bawah sadar kita, masukan dalam pusat hati kita. lakukan selama 20 kali tarikan nafas

6.   Penyimpanan Energi

 pengendapan

Nafas : Keluarkan nafas dari mulut perlahan - lahan tidak perlu dipaksakan penghembusannya sampai benar benar habis (perut menjadi menggembung)  – tahan sebentar - tarik nafas dari hidung perlahan, sangat halus dan panjang,  kumpulkan seluruh energi yang telah kita pakai tadi menuju bawah pusar, endapkan / kumpulkan fokuskan menjadi satu titik energi yang sangat padat dan bersinar – nafas naik ke dada – buang nafas lewat mulut dengan sangat halus, nafas jangan di tahan mengalir apa adanya,  semua tubuh tetap rilek dan kendur.

Lakukan kurang lebih 3 menit atau 3 kali tarikan nafas

SENSE

Kita sering melihat pertunjukan di media elektronik, seperti seseorang dengan mata tertutup rapat tetapi masih bisa melakukan aktivitas seperti orang yang tidak tertutup matanya, misalnya dengan mata tertutup masih bisa membaca, mengendarai sepeda motor atau mobil, mencari benda yang diletakan ditempat tertentu, bahkan bisa menembak dengan tepat ke sasaran tertentu.

Itu semua sangat menakjubkan, tapi kita pun bisa mejadi seperti itu apabila kita mau melatih kepekaan kita terhadap kondisi disekeliling kita, tentunya semua tidak lepas dari bakat atau ketekunan berlatih.

Dengan mengikuti metode berikut, besar kemungkinan anda akan bisa melakukan itu semua asalkan anda disiplin dan tekun dalam berlatih, apalagi bagi anda yang berbakat, akan lebih cepat hasil yang didapatkan.

Duduklah dengan rilek punggung jangan besandar, semua otot tubuh  kendur, badan tetap tegap jangan membungkuk, mata terpejam agar kita tetap bisa konsentrasi.

1.   Pembuangan Energi Negatif

1 2

untuk melihat aplikasi pembersihan energi negatif, klik disini

Konsentrasi: Keluarkan nafas dari mulut perlahan - lahan tidak perlu dipaksakan penghembusannya sampai benar benar habis (perut menjadi menggembung)  – tahan sebentar - tarik nafas dari hidung perlahan, sangat halus dan panjang, seraplah energi yang sangat sejuk berwarna putih kehijauan seperti kabut, masukkan energi sejuk tadi tadi lewat pori – pori kulit kita, bersihkan tubuh kita dari energi energi negatif,– turunkan perlahan nafas ke pusar melalui rongga nafas, tekan bawah pusar – naik dada – buang energi sejuk yang sudah digunakan  tadi bersama kotoran atau energi negatif  melalui mulut bersamaan dengan membuang nafas.

Lakukan kurang lebih 10 menit atau 10 kali tarikan nafas 

2. Penyerapan Energi Bumi (grounding)

segitiga bumi1 segitiga bumi2

                   segitiga bumi3

Konsentrasi: Keluarkan nafas dari mulut perlahan - lahan tidak perlu dipaksakan penghembusannya sampai benar benar habis (perut menjadi menggembung)  – tahan sebentar - tarik nafas dari hidung perlahan, sangat halus dan panjang, seraplah energi  berwarna kuning dari dalam bumi melalui pori – pori kulit kita yang berhadapan atau menyentuh bumi, energi terus naik menuju pusat genta yang terletak dibawah pusar, kumpulkan terus semua energi bumi dan fokuskan menjadi satu titik energi yang sangat padat dan bersinar  – nafas naik ke dada – buang nafas lewat mulut dengan sangat halus, nafas jangan di tahan mengalir apa adanya,  semua tubuh tetap rilek dan kendur .

Lakukan kurang lebih 10 menit atau 10 kali tarikan nafas

3.  Penyerapan Energi Langit (sky power)

 segitiga angkasa segitiga angkasa2

                   segitiga angkasa3

 

Nafas : Keluarkan nafas dari mulut perlahan - lahan tidak perlu dipaksakan penghembusannya sampai benar benar habis (perut menjadi menggembung)  – tahan sebentar - tarik nafas dari hidung perlahan, sangat halus dan panjang, seraplah energi berwarna kuning dari angkasa atau udara melalui pori – pori kulit kita yang menghadap ke angkasa, turunkan energi menuju pusat genta yang terletak dibawah pusar, kumpulkan terus semua energi bumi dan fokuskan menjadi satu titik energi yang sangat padat dan bersinar – nafas naik ke dada – buang nafas lewat mulut dengan sangat halus, nafas jangan di tahan mengalir apa adanya,  semua tubuh tetap rilek dan kendur.

Lakukan kurang lebih 10 menit atau 10 kali tarikan nafas

4.   Sinkronisasi Energi Bumi dan Langit

segitiga gabungan1 segitiga angkasa2

                  segitiga gabungan3

 

Nafas : Keluarkan nafas dari mulut perlahan - lahan tidak perlu dipaksakan penghembusannya sampai benar benar habis (perut menjadi menggembung)  – tahan sebentar - tarik nafas dari hidung perlahan, sangat halus dan panjang, seraplah energi berwarna kuning dari bumi dan angkasa atau udara melalui pori – pori kulit kita, selaraskan kedua energi dari bumi dan angkasa sehingga menyatu, turunkan energi menuju pusat genta yang terletak dibawah pusar, kumpulkan terus semua energi yang sudah selaras tadi dan fokuskan menjadi satu titik energi yang sangat padat dan bersinar – nafas naik ke dada – buang nafas lewat mulut dengan sangat halus, nafas jangan di tahan mengalir apa adanya,  semua tubuh tetap rilek dan kendur.

Lakukan kurang lebih 10 menit atau 10 kali tarikan nafas

5.  Pengembangan Energi

pembesaran

Nafas : Keluarkan nafas dari mulut perlahan - lahan tidak perlu dipaksakan penghembusannya sampai benar benar habis (perut menjadi menggembung)  – tahan sebentar - tarik nafas dari hidung perlahan, sangat halus dan panjang sambil membayangkan tubuh disetiap tarikan nafas, kita membesar satu sap / satu kali lebih besar dari tubuh kita, ulangi terus hingga tubuh kita menjadi sangat besar dan tidak bisa dibayangkan lagi karena sudah menjadi sangat besar. nafas naik ke dada – buang nafas lewat mulut dengan sangat halus, nafas jangan di tahan mengalir apa adanya,  semua tubuh tetap rilek dan kendur.

Lakukan kurang lebih 10 menit atau 10 kali tarikan nafas

6.   Penyaluran Energi Naluri

 penyaluran penyaluran ether

Nafas : Keluarkan nafas dari mulut perlahan - lahan tidak perlu dipaksakan penghembusannya sampai benar benar habis (perut menjadi menggembung)  – tahan sebentar - tarik nafas dari hidung perlahan, sangat halus dan panjang, salurkan energi yang sudah kita kumpulkan tadi ke telapak tangan hingga telapak tangan kita bersinar dan terasa seperti ada daya / medan magnet yang membuat telapak tangan serasa tebal atau kesemutan atau sensasi lain. bernafaslah seperti bernafas sehari hari  Angkat ke dua tangan kita ke depan dada dimana kedua telapak tangan saling berhadapan tapi tidak menempel, sambil terus menyalurkan energi, terus konsentrasi. Ikuti saja kemana arah naluri atau gerakan tangan jangan ditahan [kalau naluri mengajak untuk berdiri dan berjalan ikuti saja terus], sambil kita tingkatkan kepekaan rasa disekeliling kita melalui jari – jari atau telapak tangan kita.

Rasakan perbedaan hawa panas atau dingin, sensasi ringan atau berat, tebal atau tipis udara di sekeliling kita lewat telapak tangan. Untuk tahap awal pikiran kita jangan dipakai, tetapi ikuti saja naluri kita. (setelah kita cukup peka terhadap keadaan sekeliling kita, baru kita yang mengendalikan naluri kita. contohnya kita mencari suatu benda, cukup bayangkan benda yang kita maksud sambil kita rasakan lewat jari - jari dan telapak tangak kita)

Lakukan selama 20 menit.

7.   Penyimpanan Energi

pengendapan

Nafas : Keluarkan nafas dari mulut perlahan - lahan tidak perlu dipaksakan penghembusannya sampai benar benar habis (perut menjadi menggembung)  – tahan sebentar - tarik nafas dari hidung perlahan, sangat halus dan panjang,  kumpulkan seluruh energi yang telah kita pakai tadi menuju bawah pusar, endapkan / kumpulkan fokuskan menjadi satu titik energi yang sangat padat dan bersinar – nafas naik ke dada – buang nafas lewat mulut dengan sangat halus, nafas jangan di tahan mengalir apa adanya,  semua tubuh tetap rilek dan kendur.

Lakukan kurang lebih 3 menit atau 3 kali tarikan nafas

Rabu, 17 Juni 2009

MEDITASI

Dalam olah batin, meditasi menjadi salah satu topik pembicaraan yang tiada habis-habisnya. Tentu hal tersebut ada sebabnya, sebabnya tiada lain karena meditasi adalah salah satu usaha proses untuk meningkatkan pengembangan pribadi seseorang secara total. Tulisan ini didasari oleh pengalaman pribadi dan pengalaman temen-temen penulis yang melakukan laku olah batin serta berbagai literatur mengenai meditasi.

Apakah Meditasi ?

Mengusahakan rumus yang pasti mengenai arti meditasi tidaklah mudah, yang dapat dilakukan adalah memberi gambaran berbagi pengalaman dari mereka yang melakukan meditasi, berdasarkan pengalaman meditasi dapat berarti :

1. Melihat ke dalam diri sendiri

2. Mengamati, refleksi kesadaran diri sendiri

3. Melepaskan diri dari pikiran atau perasaan yang berobah-obah, membebaskan keinginan duniawi sehingga menemui jati dirinya yang murni atau asli.

Tiga hal tersebut diatas baru awal masuk ke alam meditasi, karena kelanjutan meditasi mengarah kepada sama sekali tidak lagi mempergunakan panca indera ( termasuk pikiran dan perasaan ) terutama ke arah murni mengalami kenyataan yang asli.

Perlu segera dicatat, bahwa pengalaman meditasi akan berbeda dari orang ke orang yang lain, karena pengalaman dalam bermeditasi banyak dipengaruhi oleh latar belakang temperamen, watak dan tingkat perkembangan spiritualnya serta tujuan meditasinya dengan kulit atau baju kebudayaan orang yang sedang melaksanakan meditasi.

Secara gebyah uyah ( pada umumnya ) orang yang melakukan meditasi yakin adanya alam lain selain yang dapat dijangkau oleh panca indera biasa. Oleh karena itu mungkin sekali lebih tepat jika cara-cara meditasi kita masukkan ke golongan seni dari pada ilmu. Cara dan hasil meditasi dari banyak pelaku olah batin dari berbagai agama besar maupun perorangan dari berbagai bangsa, banyak menghasilkan kemiripan-kemiripan yang hampir-hampir sama, tetapi lebih banyak mengandung perbedaan dari pribadi ke pribadi orang lain. Oleh karena itu kita dapat menghakimi hasil temuan orang yang bermeditasi, justru keabsahan meditasinya tergantung kepada hasilnya, umpamanya orang yang bersangkutan menjadi lebih bijaksana, lebih merasa dekat dengan Tuhan, merasa kesabarannya bertambah, mengetahui kesatuan alam dengan dirinya dan lain-lainnya.

Keadaan hasil yang demikian, sering tidak hanya dirasakan oleh dirinya sendiri, tetapi juga oleh orang-orang ( masyarakat ) di sekitar diri orang tersebut karena tingkah-lakunya maupun ucapan-ucapannya serta pengabdiannya kepada manusia lain yang membutuhkan bantuannya, mencerminkan hasil meditasinya.

Cara-cara dan akibat bermeditasi.

Adapun yang memulai dengan tubuh, arti meditasi dengan tubuh adalah mempergunakan menyerahkan tubuh ke dalam situasi hening. Lakuknya adalah dengan mempergunakan pernafasan, untuk mencapai keheningan, kita menarik nafas dan mengeluarkan nafas dengan teratur. Posisi tubuh carilah yang paling anda rasakan cocok / rileks, bisa duduk tegak, bisa berbaring dengan lurus dan rata. Bantuan untuk lebih khusuk jika anada perlukan, pergunakan wangi-wangian dan atau mantra, musik yang cocok dengan selera anda, harus ada keyakinan dalam diri anda, bahwa alam semesta ini terdiri dari energi dan cahaya yang tiada habis-habisnya. Keyakinan itu anda pergunakan ketika menarik dan mengeluarkan nafas secara teratur. Ketika menarik nafas sesungguhnya menarik energi dan cahaya alam semesta yang akan mengharmoni dalam diri anda, tarik nafas tersebut harus dengan konsentrasi yang kuat. Ketika mengelurkan nafas dengan teratur juga, tubuh anda sesungguhnya didiamkan untuk beberapa saat. Jika dilakukan dengan sabar dan tekun serta teratur, manfaatnya tidak hanya untuk kesehatan tubuh saja tetapi juga ikut menumbuhkan rasa tenang.

Bermeditasi dengan usaha melihat cahaya alam semesta, yang dilakukan terus menerus secara teratur, akan dapat menumbuhkan ketenangan jiwa, karena perasaan-perasaan negatif seperti rasa kuatir atau takut, keinginan yang keras duniawi, benci dan sejenisnya akan sangat berkurang, bahkan dapat hilang sama sekali, yang hasil akhirnya tumbuh ketenangan. Meditasi ini harus juga dilakukan dengan pernafasan yang teratur.

Kesulitan yang paling berat dalam bermeditasi adalah “ mengendalikan pikiran dengan pikiran “ artinya anda berusaha “ mengelola “ pikiran-pikiran anda, sampai mencapai keadaan “ Pikiran tidak ada “ dan anda tidak berpikir lagi, salah satu cara adalah “ mengososngkan pikiran “ dengan cara menfokuskan pikiran anda kepada suatu cita-cita, umpamanya cita-cita ingin menolong manusia manusia lain, cita-cita ingin manunggal dengan Tuhan. Cita-cita ingin berbakti kepada bangsa dan negara, cita-cita berdasarkan kasih sayang dan sejenis itu menjadi sumber fokus ketika hendak memasuki meditasi. Secara fisik ada yang berusaha “ mengosongkan pikiran “ dengan memfokuskan kepada “ bunyi nafas diri sendiri “ ketika awal meditasi, atau ada juga yang menfokuskan kepada nyala lilin atau ujung hidung sendiri.

Jika proses meditasi yang saya lukiskan tersebit diatas dapat anda lakukan dengan tepat, maka anda dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dalam pengertian spiritual, yang akibatnya pasti baik untuk diri anda sendiri, mungkin juga bermanfaat untuk manusia lain

Sesuatu itu jangan dijadikan tujuan meditasi, karena hasil sesuatu itu adalah hasil proses meditasi, bukan tujuan meditasi.

Jika dalm proses tersebut pikiran anda belum dapat anda “ kuasai atau hilangkan “ janganlah putus asa atau berhenti, tetapi juga memaksakan diri secara keterlaluan. Pengembangan selanjutnya dari proses meditasi tersebut, anda sendiri yang akan menemukan dan meneruskannya, karena berciri sangat pribadi.

Untuk dapat berhasil anda sangat perlu memiliki motivasi yang cukup pekat dan dalam, sehingga dengan tiada terasa anda akan bisa khusuk dalam keheningan bermeditasi. Jika menemui sesuatu, apakah itu cahaya atau suara atau gambaran-gambaran, jangan berhenti, teruskan meditasi anda. Pengalaman sesudah keadaan demikian, hanya andalah yang dapat mengetahui dan merasakannya, karena tiada kata kalimat dalam semua bahas bumi yang dapat menerangkan secara gamblang. Dalam keadaan demikian anda tidak lagi merasa lapar, mengantuk bahkan tidak mengatahui apa-apa lagi, kecuali anda tersadar kembali. Biasanya intuisi anda akan lebih tajam sesudah mengalami proses meditasi yang demikian itu, dan mungkin pula memperoleh “ pengetahuan “ tentang alam semesta atau lainnya.  

Di dalam serat Wulang Reh, karya "kasusastran" Jawa (dalam bentuk syair) yang ditulis oleh Kanjeng Sunan Paku Buono IV, terdapat juga ajaran untuk hidup secara asketik, dengan mana usaha menuju kasampurnaning urip

Pada gulangen ing kalbu ing sasmita amrih lantip aja pijer mangan nendra kaprawiran den kaesti pesunen sarira nira sudanen dhahar lan guling (Intinya, orang harus melatih kepekaan hati agar tajam menangkap gejala dan tanda-tanda. termasuk ajaran tak boleh mengumbar nafsu makan serta tidur).  

SAMADI

Samadi berasal dari kata : Sam artinya besar dan Adi artinya bagus atau indah. Seseorang yang melakukan samadi adalah seseorang yang mengambil posisi-patrap untuk meraih budi yang besar, indah dan suci.

Budi suci adalah budi yang diam tanpa nafsu, tanpa keinginan dan pamrih apapun. Inilah kondisi suwung ( kosong ) tetapi sebenarnya ada aktifitasdari getaran hidup murni murni sebagai sifat-sifat hidup dari Tuhan.

Budi suci terlihat seperti cahaya atau sinar yang disebut Nur, Nur itu adalah hati dari budi. Kesatuan dari budi dan nur secara mistis disebut curigo manjing warongko atau bersatunya kawula dan Gusti atau juga biasa digambarkan Bima manunggal dengan Dewa Ruci.

Istilah lainnya ialah Pangrucatan atau Kamukswan, pangrucatan itu arinya dilepas, apa yang dilepas ? pengaruh dari nafsu . mukswa artinya dihapus, apa yang dihapus ? pengaruh dari nafsu, oleh karena itu samadi adalah satu proses dari penyucian budi, budi menjadi nur. Di dalam nur ini, kawula bisa berkomunikasi dengan Gusti untuk menerima tuntunan sesuai dengan kedudukannya sebagai kawula.

Praktek Samadi

Waktu bersamadi orang bisa mengambil posisi duduk atau tidur telentang diatas tempat tidur. Pilihlah tempat yang bersih, tenang dan aman, bernafaslah dengan santai, pada posisi tidur kaki diluruskan, kedua tangan diletakkan didada. Dengarkanlah dengan penuh perhatian suara nafas dengan tenang, menghirup dan mengeluarkan udara melalui hidung. Ini akan membuat pikiran menjadi tidak aktif. Nikmatilah suara nafas dengan jalan menutup mata, ini sama seperti kalau memusatkan pandangan kepada pucuk hidung. Dengan melakukan ini, pikiran dinetralisir demikian juga angan-angan dan pengaruh panca indera. Sesudah itu nafsu dinetralisir didalam indera ke enam. Bila berhasil orang akan berada dalam suwung dan nur mendapatkan tuntunan mistis yang simbolis.

Manusia.

Manusia dicaptakan oleh Tuhan, manusia adalah makluk yangmempunyai :

1. Badan jasmani – badan kasar.

2. Badan jiwa – badan alus.

3. Badan cahaya – nur atau suksma

Dengan susunan seperti tersebut diatas, diharapkan akan mampu mengetahui “ Sangkan Paraning Dumadi “ ( makna perjalanan kehidupan )

Memahami Jagad Raya.

Sebelum adanya jagad raya, tidak ada apa-apa kecuali kekosongan dan suwung. Didalam suwung terdapat sifat-sifat hidup dari Tuhan, jagad raya adalah suatu Causa prima. Sifat-sifat hidup Tuhan terasa seperti getaran dan getaran ini terus menerus. Ada tiga elemen yang terdiri dari :

1. Elemen merah dengan sinar merah, ini panas

2. Elemen biru dengan sinar biru, ini dingin

3. Elemen kuning dengan sinar kuning, ini menakjubkan.

Elemen-elemen ini selalu bergetar. Sebagai hasil dari perpaduan ketiga elemen tersebut, elemen ke empat lahir dengan warna putih atau putih keperak-perakan dan inilah yang disebut nur. Nur itu adalah sari dari jagad raya, ada yang menjadi calon planet, ada yang menjadi badan budi atau jiwa yaitu badan jiwa dari manusia, ketika nur menjadi sari dari badan jasmani manusia. Itu artinya didalam jagad raya dan galaksi akan selalu dilahirkan planet-planet dan bintang-bintang baru. Kondisi dari plenet-planet yang baru dilahirkan bisa berbeda antara yang satu dengan yang lain, karena tergantung kepada pengaruh dari tiga elemen tersebut, ada planet yang bisa dihuni dan yang tidak bisa dihuni.  

Miyos saking renteging hawa

ambedah anggit prayitnaing pikir

sesumeh bayu ayuning asih

njembari pajar latuning titah

ilang lunganing ngawang

nemoni asrep reseping wening

Ono sanepa kagem pepiling

Wong kang ambudi daya kalawan anglakoni tapa utawa semedi kudu kanthi kapracayan kang nyukupi apa dene serenging lan kamempengan anggone nindhakake. Atine kudu santosa temenan supaya wong kang nindhakake sedyane mau ora nganti kadadeyan entek pengarep-arepe yen kagawa saka kuciwa dening kahanane badane, wong mau kudu nindakake pambudi dayane luwih saka wewangening wektu saka katamtuwaning laku kang dikantekake marang sawiji-wijining mantram lan ajaran ilmu gaib awit gede gedening kagelan iku ora kaya wong kang gagal enggone nindakake lakune rasa kuciwa kang mangkono iku nuwuhake prihatin lan getun, nganti andadekake ciliking ati lan enteking pangarep-arep. Sawise wong mau entek pangarep arepe lumrahe banjur trima bali bae marang panguripan adat sakene mung dadi wong lumrah maneh.

Kawruhana wong kang lagi miwiti ngyakinake ilmu gaib sok sok dheweke iku mesthi nemoni kagagalan kagagalan kang nuwuhake rasa kuciwa. Sawijining wewarah kang luwih becik tumrap wong kang lagi nglakoni kasutapan iya iku ati kang teguh santosa aja kesusu-susu lan aja bosenan ngemungake wong kang anduweni katetepan ati lan santosaning sedya sumedya ambanjurake ancase iya iku wong kang bakal kasembadan sedyane. Wong ngyakinake prabawa gaib iku anduweni kekarepan supaya dadi wong lanang temenan kang diendahake dening wong akeh, iya anaa ing ngendi wae enggone nyugulake dirine, Amarehe diwedeni ing wong akeh panguwuhe gawe kekesing wong yen anyentak dadi panggugupake lan gawe gemeter dirine, ditrisnani ing wong akeh pitembungane digatekake lan pakartine diluhurake ing wong akeh, iya pancen nyata wong liyane mesthi tunduk marang sawijining wong kang ahli ilmu.

Wong ahli kasutapan tansah yakin enggone ngumpulake kekuwatan gaib ing dalem dhirine. Ana paedahe kang migunani banget manawa wong nindakake pambudi daya kalawan misah dheweke ana ing papan kang sepi karana tinimune kekuwatan gaib iku sok-sok tinemu dhewekan ana ing sepen. Wong ahli kasutapan kudu budidaya bisane nglawan marang nepsune kekarepan umum (kekarepan wong akeh kang campur bawur ngumandang ana ing swasana), kalawan tumindak mangkono wong ahli kasutapan mau dadi nduweni pikiran-pikiran kang mardhika, iya pikiran-pikiran kang mangkono iku kang bisa nekakake kasekten gaib.

Sangsaya akeh kehing kang kena tinides, uga sangsaya gedhe tumandhoning kekuwatan gaib kang kinumpulake. Kekuwatan gaib iku tansah makarti tanpa kendhat enggone mujudake sedya lan nganakake kekarepan. Wong ahli kasutapan kudu anduweni ati kang tetep lan kekarepan kan dereng, kalawan ora maelu marang anane pakewuh pakewuhe lan kagagalan-kagagalaning. Kasekten iku kaperang ana rong warna, iya iku kasekten putih (Witte magie/white magic) utawa kasekten ireng (Zwarte magie/Black Magic). Awit saka anane perangan mau banjur dadi kanyatan yen perangan kang sawiji iku becik, dene perangan liyane ala.

Kasekten putih iku satemene ilmu Allah Kang Maha Luhur wis mesthi bae kapigunakake mligi kanggo kaslametane wong akeh. Dene kasekten ireng iku ilmu kaprajuritan kang kapigunakake luwih-luwih kanggo nelukake kalayan paripaksa, sarta bakal anjalari kacilakaning wong liya. Ananing sakaro karone saka sumber ilmu Allah sarta sakaro karane iku padha dipigunakake kalawan atas asma Allah. Tinemune ilmu-ilmu kasekten iki saranane kalawan kekuwataning pikiran pikiran iku manawa kagolongake meleng sawiji bisa nuwuhake kekuwatan kaya panggendeng kang rosa banget tumrap marang apa bae kang dipikir lan disedya.

Wong kang nglakonitapa kalawan nindakake laku-laku kang tinemtokake wis mesthi bae gumolonging pikirane bebarengan padha kumpul dadi siji sarta katujokake marang apa kang disedya kalawan mangkono iku kekuwatan daya anarik migunakake sarosaning kekuwatane banjur anarik apa kang dikarepake. Swasana kang katone kaya dene kothong bae iku satemene ana drate rupa-rupa kayata : geni murub emas kayu lemah waja, electrieiteit zunrstof koolzunr sarpaning Zunr lan isih akeh liya-liyane maneh.

Samengko umpamane ban ana sawijining wong kang lagi tapa kalawan duwe sedya supaya andarbeni daya prabawa kang luwih gedhe sarta anindakake sakehing kekuwatan pikiran kalawan ditujokake marang sedyane mau nganti nuwuhake daya prabawa. Kekuwataning daya anarik saka pikiran iku banjur anarik dzat ing swasana kang pinuju salaras karo daya prabawa mau kalawan saka sathithik sarta sareh dzat daya prabawa kang ing swasana iku katarik mlebu ing dalem badane wong kang lagi tapa mau. Kalawan mangkono dzat "prabawa" iku dadi kumpul ing dalem badane wong narik dzat iku nganti tumeka wusanane badane wong ahli tapa, iku bisa metokake daya prabawa kang gedhe daya karosane.

Wong kang andarbeni ilmu kang mangoko iku dadi sawijining wong kang sakti mandraguna. Tumrap wong-wong kang nglakoni tapa ditetepake pralambang telu : Diyan, Jubah lan Teken. Diyan minangka pralambanging pepadhang, tumrap kahanan kang umpetan utawa gaib. Jubah minangka dadi pralambange katentremaning ati kang sampurna, dene teken minangka dadi pralambanging kekuwatan gaib.

Ing dalem sasuwene wong nglakoni tapa iku prelu banget kudu migateake marang sirikane, kayata : wedi, nepsu, sengit, semang-semang lan drengki. Rasa wedi iku sawijining pangrasa kang luwih saka angel penyegahe. Menawa isih kadunungan rasa wedi ing dalem atine wong ora bakal bisa kasambadan apa kang disedyaak. Kalawan "rasa wedi" iku atining wong dadi ora bisa anduweni budi daya apa-apa.

Sajrone nglakoni tapa utawa salagine ngumpulake kekuwatan gaib, atining wong iku mesthi kudu tetep tentrem lan ayem sanadyan ana kadadeyan apa wae. Manawa atine wong iku nganti gugur, kasutapan iya uga dadi gugur lan kudu lekas wiwit maneh. Gegeman kalawan wadi sakehing ilmu gaib lkang lagi pinarsudi, luwih becik murih nyataning kasekten tinimbang karo susumbar kalawan kuwentos kayakenthos.

"Nepsu" iku andadekake tanpa dayane kekuwataning batin. "Semang-semang" iku andadekake ati kang peteng ora padhang terang. "Sengit utawa drengki" iku uga dadi mungsuhing kekuwatan gaib. Wong kang lagi nindakake katamtuwan ing dalem kasutapan kudu kalawan ati kang sabar anteng lan tetep. Patrapebadan kang kaku lan kagugupan kudu didohake.

Aja sok singsot

Aja duwe lageyan sok nethek nethek kalawan driji tangan marang meja kursi utawa papan liyane.

Aja ngentrok-entrokake sikil munggah mudhun.

Aja sok anggigit kukuning dariji tangan.

Aja mencap-mencepake lambe.

Aja molahake lidhah lan andhilati lambe.

Aja narithilake kedheping mata.

Ngedohake sakehing saradan utawa bendana kang ora becik, kayata glegak-glegek molah-molahake sirah, kukur-kukur sirah, ngangkat pundhak lan liya-liyane sabangsane saradan kabeh.

Satemene perlu banget nyirnakake kekarepan "drengki" luk wit ngrasaning karep drengki iku banget nindhih marang diri pribadi. Ana maneh "drengki" iku kaya anggawa sawijining pikulan abot kang tansah nindhes marang dhiri lan sarupa ana barang atos medhokol kang angganjel pulung ati. "Drengki lan meri" iku mung anggawa karugiyan bae tumrap kita, ora ana gunane sathithik -thithika. Salawase wong isih anduweni pangrasan karep "drengki lan meri" iku ora bakal bisa tumeka kamajuwane tumrap dunya prabawaning gaib.

Ora mung tumindak bae tumrap sawijining wong bae bisa maluyakake wong liya kalawan kekuwatan gaib nanging uga tumindak tumrap sawijining wong maluyakake dhiri pribadi kalawan kekuwatan iku. Bisane maluyakake larane wong liya, mesthine kudu ngirima kekuwatan waluya marang sajroning badane wong kang lara. Manawa wong gelem naliti yen wong iku bisa ngumpulake kekuwatan gaib ing dalem badane dhewe lan ngetokake sabageyan kekuwatan gaib kawenehake marang wong liyane mestheni uwong bisa ngreti yen arep migunakake kekuwatan iku nganggo paedahe dhiri dhewe uga luwih gampang.

Supaya bisa nindhakake pamaluya marang dhirine dhewe kalawan sampurna wong ngesthi kudu mahamake cara-carane maluyakake panyakit. Iya iku cara-cara kang katindakake kanggo maluyakake wong liya lan wusanane ambudidaya supaya bisa migunakake obah-obahan iku marang awake dhewe.

Kawitane wong kudu nindakake patrape mangreh napas, kanggo negahake asabat. Dene carane ngatur napas iku kaprathelakake kalayan ringkes kaya ing ngisor iki :

· Madika panggonan kang sepi.

· Lungguha ing sawijining palinggihan kang endhek lan kepenak, sikil karo pisan tumapak ing lemah.

· Badan kajejegake lan janggute diajokake.

· Benik-beniking klambi kang kemancing padha kauculan, sabuk uga diuculi supaya sandangan dadi longgar lan kepenak kanggo tumindhak ing napas.

· Pikiran katarik mlebu, supaya luwar saka sakehing geteran pikiran kaya saka ing jaba.

· Sakehing urat-urat kakendokake.

· Banjur narika napas kalawan alon lan nganti jero banget tahanen napas iku sawatara sekon / detik (kira-kira 6 detik) lan wusanane wetokna napas iku kalawan sareh.

Anujokna gumolonging pikiran kalawan ngetut marang napas kang mlebu metu iku kalawan giliran. Cara nindakake napas kaya ing ngisor iki :

· Narik napas kalawan alon lan nganti jero ing sabisane, nganti dhadha mekar lan weteng dadi nglempet.

· Nahan napas iku kira-kira nem saat utawa luwih suwe ing dalem paru-paru dhadhane cikben lestari mekare, lan wetenge cikben lestaring lempetake kalawan mangkono iku gurung dalaning napas tansah tetep menga.

· Ambuangna napas kalawan alon nganti entek babar pisan nganti dhadha dadi kempes, lan weteng dadi mekar.

Banjurna marambah-rambah matrapake mangkono iku suwene kira-kira saka lima tumeka limolas menit utawa luwih suwe nganti bisa nemoni pangrasa anteng lan tentrem ing sajroning badan.

Carane matrapake kasebut ing dhuwur iku sawijining cara kanggo napakake napas, iki kena lan kudu ditindakake saben dina telung rambahan, dening sapa bae kang nglakoni tapa supaya oleh ilmu gaib. Daya kang luwih bagus iya iku miwiti makarti miturut pituduhan. Aja weya nindakake patrap kanggo napakake napas iku.

Cara matrapake tumindaking napas iku kena uga ditindakake kalayan leyeh-leyeh mlumah : ngendokake sakabehing urat-urat nyelehake tangan karo pisan sadhuwuring weteng lan nindakake lakuning napas miturut aturan. Daya ngisekake Prana Ngadeg kalawan jejeg sikil karo pisan kapepetake dadi siji lan driji -drijining tangan karo pisan dirangkep dadi siji kalawan longgar.
Banjur matrapa lakuning napas sawatara rambahan miturut aturan. Gawe segering utek lungguha kalawan jejeg lan nyelehna tangan karo pisan ing sandhuwuring pupu kiwa tengen: mripat mandheng marang arah ing ngarep kalawan tetep: sikil karo pisan tumadak ing lemah. Kalawan jempol tangan tengen anutup lenging grana sisih tengen lan anarika napas liwat lenging grana sisih kiwa, wusana nglepasake jempol iku banjur ambuwang napas lan nutupa lenging grana kiwa kalawan driji narika napas liwat lenging grana tengen, lepasna driji panutup iku lan ambuwanga napas. Mangkono sabanjure kalawan genti-genten kiwa lan tengen.

Powered By Blogger

  © Blogger templates Brooklyn by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP